Selasa, 14 Januari 2014

DOKTER SPESIALIS YANG PEDULI TERHADAP DISABILITAS NETRA




DOKTER SPESIALIS YANG PEDULI TERHADAP DISABILITAS NETRA

Oleh: Annissa Nurjanah
Tubuh yang mungil dengan ramah menyapa kepada tuna netra yang berada di PSBN Wyata Guna, untuk lingkungan panti tersebut tak asing lagi dengan beliau. Sejak tahun 1994 waktu itu masih sebagai mahasiswa sering datang ke panti ini sebagai reader sampai sekarang. Tapi untuk selanjutnya tidak hanya sebagai reader tetapi memberikan pendampingan dan motivasi untuk disabilitas netra dengan mendirikan Yayasan Mata Hati Indonesia. Beliaulah dr. Popy Diah, SpKK.

Ia tertarik dengan disabilitas netra, sejak kecil sering mengikuti kegiatan ibunya sebagai Dosen PLB di salah satu Universitas di Yogyakarta yang membimbing mahasiswa untuk praktek mendampingi Anak yang Berkebutuhan Khusus (ABK). Ia tertarik ingin ikut serta mendampingi para disabilitas, setelah jadi mahasiswa kedokteran di UNPAD menjadi relawan sebagai reader di PSBN Wyata Guna.
Ibu dari dua anak ini tak berhenti setelah menjadi dokter terus mengamdikan dirinya untuk disabilitas netra. Tertarik dengan disabilitas netra ini karena dia melihat untuk penyandang masalah lainnya banyak orang yang berminta untuk membantu seperti HIV/AIDS, Anak Yatim dan lainnya banyak LSM yang membatu mereka. Sementara disabilitas netra selama ini ia berpendapat kurang yang membantu.
Selain aktif di Yayasan Mata Hati Indonesia, beliau juga aktif di Rotary Club kota Bandung, Asian Afrika Reading Club, Komunitas Sahabat Museum Konferensi Asia Afrika (MKAA), sebagai salah satu pendiri Corner Braille di MKAA. Beliau sebagai dosen tidak tetap di Fakultas Kedokteran UNPAD, dokter di RSI Al Islam dan dokter di Klinik Pajajaran.
Pernah menjabat sebagai Ketua Umum YMHI, sekarang menjadi Ketua Bagian Humas di YMHI. Tugas pokoknya adalah melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap disabilitas netra, untuk meningkatkan motivasi, percaya diri dan keterampilan agar bisa mandiri dan berdayaguna khususnya untuk dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat pada umumnya.
Beliau telah mengarang sebuah buku yang memuat tentang kisah motivasi dari para disabilitas netra yang selama ini ia alami, berhubungan, bergaul dan bekerjasama dengan para disabilitas netra. Buku ini berjudul MELIHAT DUNIA TANPA MATA. Buku ini merupakan karangan beliau yang kedua sebelumnya beliau bersama teman-temannya semasa SMA membuat buku kumpulan cerpen.
Yang terpenting bagi Poppy Diah ini adalah keluarga dan keseimbangan antara kegiatan sebagai dokter dan kegiatan sosial. Beliau punya mimpi ingin memdirikan suatu lembaga yang peduli pada penyandang HIV/AIDS dalam pencegahan, yang difokuskan untuk anak-anak dan remaja. Sebagai dokter spesialis kulit dan kelamin sangat miris pada pasien yang masih muda sudah mengidap penyakit kelamin. Sehingga ada motivasi ingin membuat lembaga untuk mencegah terjadinya penyakit kelamin pada usia muda.
Beliau berharap agar bisa bermanfaat untuk keluarga dan masyarakat dengan menanamkan nilai bukan hanya intelektual tetapi adanya keseimbangan dengan emosi, spiritual dan sosial dengan diasahnya hati dan empati.
Mudah-mudahan menjadi inspirasi bagi masyakat lainnya bahwa tidak melihat profesi apapun pekerjaan kita dengan niat yang ikhlas ingin membatu dan peduli terhadap  disabilitas khususnya netra dan disabilitas lainnya.

Sumber : http://abiyoso.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=99&mode=thread&order=0&thold=0

BEN UNDERWOOD : Melihat Dunia Tanpa Mata




tuna netra, ymhi, peduli tuna netra, bandung tuna netra, donasi tuna netra, membantu tuna netra
BEN UNDERWOOD termasuk salah satu Tunanetra yang luar biasa.Lahir dengan mata dapat melihat,Ben dihadapkan pada kenyataan pahit sejak berusia dua tahun.Kanker pada retina membuat dua bola matanya harus diangkat.
   “Mama,aku tidak dapat melihatmu lagi,” ratap Ben kecil seusai di operasi.
   “Ben,kamu tetap dapat melihatku,sayang.Kamu dapat melihatku dengan tanganmu: sentuh aku.Kamu tetap dapat melihatku dengan hidungmu: cium aku.Kamu dapat melihatku dengan telingamu: kamu dapat mendengarku,” hibur sang ibu,Aquanetta Gordon.
   Bola mata plastik pun menggantikan indera penglihatannya sejak saat itu.Tapi Ben tidak diistimewakan.Aquanetta memperlakukan Ben seolah Ben juga melihat seperti keempat anaknya yang lain.
    Saat ada sesuatu yang menarik,Aquanetta berkata,”Kamu lihat ini ?” Dia menjelaskannya kepada Ben,lalu kakak dan adiknya ikut melakukan hal yang sama.Didikan yang kuat dari sang ibu membuat Ben tetap percaya diri dan mengembangkan kemampuan Mendengarnya.
     Melihat tayangan video liputan di internet atas sekelumit kehidupan Ben Underwood yang tinggal di Sacramento,California,USA,siapapun akan terkesima.Betapa tidak,Ben yang saat liputan itu dibuat berusia 14 tahun (2007),dapat berjalan tanpa tongkat dan mampu mengenali benda-benda di sekelilingnya dengan baik.
     Dia dapat berlari di atas tangga atau menghindar dari menabrak tong sampah yang roboh merintangi trotoar.Saat bermain perang bantal,dia membalas lemparan bantal kepada tiga orang temannya yang berada beberapa meter di depannya dengan tepat,satu per satu.
     Bermain basket pun dilakoninya.Tembakannya sering langsung masuk ke dalam keranjang.Dia juga tangkas bermain video game di PlayStation atau memanjat pohon.
     Ben meluncur ringan di atas sepatu roda di luar rumah.Tidak ada kekuatiran di wajahnya meskipun mobil tetap melintas di jalan yang sama.Sekilas,kita tidak akan terlalu mengenalinya sebagai remaja Tunanetra.Media massa AS menyebut Ben sebagai Anak yang melihat tanpa mata.
     Pernah suatu waktu,wajah Ben di tinju oleh anak iseng.Anak itu kemudian lari.Yang tidak disadari oleh si pengecut,Ben mengikuti dan mendekatinya secara diam-diam,lalu membalasnya.!
     Bagaimana Ben dapat melakukan semua itu.? Satu hal yang menjadi ciri khas saat kita bersama Ben adalah bunyi “tik-tik”  yang secara konstan dikeluarkan oleh mulutnya.Bunyi tersebut dihasilkan dari detakan lidahnya terhadap langit-langit mulut di dekat gigi depan.Para Ahli Sains mengistilahkan apa yang di lakukan Ben sebagai Echolocation.

      http://edwardo777blog.wordpress.com/2012/11/30/melihat-dunia-dengan-tanpa-mata-2/

Profile Dokter Yang Peduli Tuna Netra

Poppy Diah, yayasan mata hati, Tags : Bandung, Bandungreview, Kekurangan, Jatinangor, BRDC, Sumedang, Buku, Sosial, Dokter, Aktivis, Cacat, Diah Puspitosari, Fasilitas Publik, Keselamatan, Melihat Dunia Tanpa Mata, Melihat, Poppy Diah, Poppy Diah: Dokter Iya, Aktivis Sosial juga Iya, Poppy Diah: Doctor and Social Activist at Once, Training, Yayasan Mata Hati Indonesia, YMHI, difabel, tuna netra
Nama lengkapnya Diah Puspitosari. Namun, ia lebih sering dipanggil Poppy Diah. Dokter spesialis kulit dan kelamin di Bandung ini tidak seperti para dokter pada umumnya. Walau ia bertugas melayani pasien sebagaimana umumnya dokter lain, ia juga aktif berkegiatan sosial. Salah satu yang menjadi fokus perhatiannya adalah pemberdayaan kaum penyandang cacat atau difabel, khususnya tuna netra. Kegiatan itu, harus diakui, merupakan kegiatan yang masih sering diabaikan sebagian masyarakat. Apalagi kaum difabel memang sering berada di posisi yang dipandang “berbeda”. Hal itulah yang memanggil Poppy untuk terjun menyelami dunia kaum difabel.

Awal mula perjalanan Poppy terjun ke dunia difabel adalah saat ia kuliah di salah satu universitas negeri di Jatinangor, Kab. Sumedang. Di pertengahan era 90-an itu, ia menjadi reader bagi penyandang tuna netra. Seiring perjalanan waktu, ia pikir kebutuhan membacakan buku bagi mereka tidaklah cukup. Ia pun melanjutkan tugasnya menjadi pendamping ketika mereka berpergian ke luar. Ia mengibaratkan tugasnya adalah “menjadi mata pengganti” bagi mereka.

“Jadi kalau mereka jalan ke mana, kita temani. Kita kasih tahu juga jalannya seperti apa. Ada turunan, naik, turun, berbatu, licin, dsb. Kita harus bisa mendeskripsikan juga apa yang kita lihat. Begitu masuk ke ruangan, kita cerita ada apa saja di ruangan itu,” ujar Poppy beberapa waktu lalu.

Menjadi “mata pengganti” bagi penyandang tuna netra dijalani Poppy selama beberapa tahun. Pada 2006, ia pun aktif di Yayasan Mata Hati Indonesia (YMHI)---sebuah yayasan yang concern di bidang pemberdayaan kaum tuna netra---sebagai Ketua Umum hingga 2011. Pada masa-masa itu, ia melihat kaum difabel, terutama tuna netra, masih sering dipandang sebagai kelompok eksklusif. Oleh karena itu, ia bersama teman-temannya turut membantu mengembangkan skill dan kebutuhan mereka, agar mendapat porsi yang setara di masyarakat.

“Sekarang ini masih banyak---bahkan di kalangan difabel sendiri---yang memisahkan diri. Seolah-olah mereka menjadi kelompok yang tersisihkan. Padahal menurut kami, mereka itu sama. Dalam artian: sama karena setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Mungkin keterbatasan mereka di penglihatan, kita di yang lain. Jadi nggak ada salahnya kita berbaur,” kata Poppy yang kini menjabat sebagai Ketua Bidang Hubungan Masyarakat YMHI.

Ia mengakui, walau selintas terlihat sederhana, implementasi di lapangan cukup menyulitkan. Beberapa hambatan terjadi. Kurang lebih ia menyimpulkan hambatan tersebut dikarenakan beberapa sebab. Pertama, pandangan masyarakat umum yang masih menganggap kaum difabel adalah sesuatu yang berbeda. Kedua, fasilitas publik yang tidak leluasa diakses oleh difabel. Ketiga, diskriminasi ketika mendaftar di sekolah atau pekerjaan. Keempat, motivasi diri kaum difabel sendiri yang rendah.

Tergerak untuk “membuka mata” pandangan masyarakat awam mengenai kaum difabel, hobi menulis Poppy pun mendapat penyaluran lewat buku “Melihat Dunia Tanpa Mata”. Di buku setebal 160 halaman tersebut, ia menceritakan kisahnya mendampingi kaum difabel selama belasan tahun. Sebagai contoh, di satu cerita Poppy mengajak salah seorang tuna netra untuk berani terjun ke masyarakat dengan mendaftar pekerjaan. Selain itu, banyak juga belasan cerita lain yang mengisahkan kehidupan kaum tuna netra di Bandung. Pada umumnya, kehidupan mereka pun tidak jauh dengan kebanyakan orang lainnya. Poppy berharap, kisah sederhana yang ditulisnya tersebut berhasil menghancurkan tembok yang selama ini terbangun diantara kaum difabel dengan masyarakat.

Lalu, bagaimana dengan fasilitas publik di Bandung? Apakah sudah cukup baik bagi kaum difabel? Poppy berpendapat, Bandung sudah terlihat cukup ramah bagi kaum difabel dibanding kota-kota lain seperti Jakarta. Namun, ia berharap pembangunan fasilitas publik, seperti mall, sekolah, atau rumah sakit, turut memperhatikan keselamatan kaum difabel lebih baik lagi. “Jadi nggak cuma mementingkan faktor keindahan doang, tapi juga faktor keselamatan kaum difabel,” tegas dia.

“Ada beberapa pusat perbelanjaan di Bandung yang sudah seperti itu,” lanjut Poppy, “Satpam mereka di-training bagaimana membantu kaum difabel. Jadi kalau ada kaum difabel sendirian datang ke sana, mereka merasa aman dan nyaman.” Namun, perempuan berkerudung itu tidak menampik jika hal tersebut masih tergolong langka. “Karena masih banyak fasilitas publik yang belum ramah terhadap penyandang tuna netra. Bahkan rumah sakit sekalipun,” tutup dia.

Perjalanan Poppy bersama teman-temannya membantu kaum difabel, khususnya tuna netra, memang belum selesai. Masih banyak pekerjaan lain yang menunggu untuk dihadapi. Dia sendiri mengakui di bagian akhir bukunya, bahwa pihaknya tidak tahu bagaimana akhir perjalanannya ini. Namun, menurut ia, dirinya beserta kawan-kawannya sudah mencoba mulai merintis pangkalnya. Ia berharap, di tengah keterbatasan, semoga perjalanan tersebut membawa peluang untuk lebih memahami satu sama lain, termasuk di dalamnya memahami dunia kaum difabel yang selama ini jarang dilirik banyak orang. (IP)

Synopsis Buku Melihat Dunia Tanpa Mata

Synopsis

Subhanallah. Tulisan yang sangat me-narik dan inspiratif. Cara pandang penulis yang sangat unik. Saya dan Anda sebagai hamba Ailah yang diberi panca indera lengkap, harus semakin rajin bersyukur dengan membaca kisah-kisah ini. Teruslah berkarya, semoga bisa bermanfaat dan menjadikan kita semuajuara dunia dan akhirat.”
Tony Trax
( Penulis komik Real Masjid)

“Tindak kemanusiaan semakin disadari di saat semakin banyak orang membutuhkan perhatian, empati, pertolongan, dan kasih sayang. Buku ini menjadi setitik perbuatan mulia terhadap sesama.”
Nungki Kusumastuti
(Artis, Senimcm Tari, Dosen IKJ, Presiden Indonesian Dance Festival)

“Allah Swt. menciptakan setiap manusia dalam bentuknya yang paling sempurna. Kaiau pun ada di antara kita yang rnemiiiki kekurangan dalam ha! ?sik, semisal tuna-netra, itu bukan alasan bagi kita untuk tidak berkarya secara
optimai. Kisah-kisah dalarn buku ini akan rnemberi gambaran betapa kekurangan ?sik“ tidak menghalangi yang bersangkutan untuk bersyukur kepada Sang Maha Pencipta Kesempurnaan.”
Aam Amiruddin




Details
Author: POPPY DIAH
Date Published: Februari 2013
Type: Soft Cover
Dimensions (cm): 13 x 20

Melihat Dunia Tanpa Mata

 Melihat Dunia Tanpa Mata
Sebuah Buku yang sangat Menyentuh Bagi siapapun yang membacanya. Membangkitkan rasa syukur atas nikmat mata yang diberikan Allah SWT. Membangun Kepedulian kepada saudara kita yang Tuna Netra.

Allah Menciptakan setiap manusia dalam bentuknya yang paling sempurna
Kalaupun diantara kita ada kekurangan fisik, semisal tuna netra. Itu bukan alasan kita untuk tidak berkarya secara optimal.

Kisah-kisah dalam buku ini akan memberikan gambaran betapa kekurangan fisik tidak menghalangi yang bersangkutan untuk bersyukur kepada Sang Maha Pencipta Kesempurnaan ( Aam Amiruddin - Cendikiawan Muslim)